Sabtu, 26 November 2011

Aku khan Cuma Pinjam Pundakmu....boleh ya??? Makasih...

Setelah baca tulisan ini, pikiran gw jd agak ringan, krn memang perkataan seperti ini yg gw cari....Thx to Wienmungil buat tulisan ini...

Postingan ini tidak saya buat dengan tujuan mengijinkan poligami ataw perselingkuhan. Tidak pula untuk membela keistimewaaan para perempuan yang terjebak dalam judul di atas ataupun mengadili kekurangan sang istri yang
tidak bisa menjaga pasangannya dengan baik sehingga menyebabkan sang suami mampu menyayangi orang lain. Postingan ini hanya
penerusan inspirasi dari seorang sahabat sebagai bahan diskusi dan renungan terhadap masalah yang sangat banyak terjadi di lingkungan kita dilihat dari satu sudut pandang.
Sebagai penambahan kontrol sosial pula tentunya supaya kita tidak terjebak dalam kondisi di atas. Postingan ini tidak mewakili seluruh pemikiran dari semua pihak (karena
pada dasarnya memang memandang dari satu sudut pandang) jadi saya sangat menghargai bagi yang ingin menambahkan ataw berpendapat lain ttg masalah ini. Satu hal yang harus kamu pahami, ketika berhubungan dengan lelaki beristri, kamu harus R E L A . Rela menjadi nomer kesekian. Rela menjadi bukan prioritas. Rela menerima sisihan waktu. Rela menerima label pengganggu rumah tangga orang lain. Rela memberi maaf atas semua alasan yang harus kau terima, rela saat si lelaki itu tak bisa menepati banyak hal yang ia janjikan padamu. Rela atas banyak hal. Rela atas semua resiko, ketika kau tau lelaki yang kau cintai adalah lelaki dengan status NOT AVAILABLE alias Suami orang ataw bapaknya anak-anaknya.

Tentunya kau akan dituduh cari gara- gara, cari penyakit, parahnya perempuan ga bener, perempuan gatal, ketika kau lebih memilih mencintai lelaki beristri dari pada lelaki lajang untuk kau kencani. Tapi kau juga bisa membela diri, siapa yang bisa melarang perasaan cinta
yang datang? Kerelaan ini, termasuk juga ketidak pahaman lingkungan ketika dalam hubungan itu. Ketika
kau berusaha keras menjaga dengan susah payah batas terjauh dari hubungan kalian dan tetap menjaganya di wilayah aman. Tetap saja, lingkungan akan menganggapmu sebagai si pelanggar batas. Pelanggar aturan dan norma masyarakat. Pihak ketiga dalam rumah tangga orang lain. Tertuduh utama dari sebuah
peristiwa bernama perselingkuhan. Meski kau bersikeras, bahwa kau bisa menjaga batas aman atau kau berhasil tidak bersetubuh dengan
suami orang lain, tetap saja, kau adalah tertuduh utama. Kau adalah orang yang ketiga yang membuat lelaki beristri mencintai perempuan lain selain istrinya. Kau membuat
lelaki itu tak setia pada istrinya tapi banyak pula pihak yang melupakan pertanyaan kenapa hal itu bisa terjadi.

Pada kenyataannya sering kali bukan kamu yang memulai semua kerumitan ini. Dan kenyataan pula bahwa kesetiaan seringkali bukan berarti memilih untuk tetap pada satu pilihan. Kesetiaan teruji justru saat mengalami beberapa pilihan. Manusia terlalu fana untuk bisa menjadi utuh atas satu hal. Begitu juga para suami. Seringkali si suami sendiri merasa ada bagian dalam dirinya yang kosong yang seringkali tak bisa dipenuhi oleh istrinya di rumah. Ia hanya butuh teman berbagi, teman yang bisa mengisi
kekosongan itu. Tidak hanya dengan seks. Cukup dengan sedikit antusiasme. Berbagi cerita atau sedikit berpegangan tangan saja sudah lebih dari cukup. Karena ia butuh teman yang bisa bergulat secara emosional dan pikiran, di tengah situasi rumah tangga yang semakin rutin dan datar. Apa yang salah dengan keinginan mencari
teman pengisi kekosongan. Yang seringkali suami cari bukanlah cinta yang sama yang ia berikan pada sang istri atau ibu dari anak-
anaknya. Suami butuh cinta yang lain, untuk memberinya keyakinan diri bahwa cintanya pada perempuan lain bisa melengkapi dan
mengukuhkan cintanya pada sang istri.

Lalu kau, perempuan lajang, penuh dengan semangat dan menawarkan antusiasme itu dan kebaruan-kebaruan dalam mengalami hidup.
Selamat, kau terpilih. Kau tak perlu merayunya kau sudah terpilih Seperti menang hadiah kejutan. Di tengah-tengah kesulitanmu bertemu
lelaki yang bisa menjadi teman hidupmu, karena semakin kau membangun kualitasmu, semakin sulit kau menemukan pasangan. Seringkali kualitas pasangan yang kau butuhkan justru ada pada lelaki yang telah beristri. Dan saat kau
bersepakat membuka pintu hatimu, kau sadar bahwa mengusir si suami dari ruang hatimu bukanlah hal mudah.

Lalu lelaki beristri datang dengan sejumlah pengertian dan membawa perasaan memahami yang kau cari. Bagaimana mungkin si lelaki tidak
paham dan mengerti? dia sudah melewati itu semua! Kehidupan berumah tangga menyadarkannya, ternyata banyak hal yang tidak bisa ia dapatkan dari pasangannya. Kau
seperti pasal-pasal tambahan yang belum tercantum dalam kontrak nikah yang dilakukan suami dengan istrinya. Kenyataan ini membuat lelaki beristri menjadi lebih pengertian pada lajang-lajang sepertimu. Siapa yang tak ingin dimengerti? siapa yang tak ingin menerima tawaran pundak, ketika kau lelah menyandang bebanmu dan ingin punya pundak untuk
bersandar. Lalu apakah kau mesti menolak pundak itu sama sekali saat kau merasa begitu lelah? padahal kau bisa menerimanya untuk menyandarkan diri barang sejenak, mencoba mengerti substansi rasa nyaman yang kau
temukan dari pundaknya, tanpa menuntut hal lain selain pundak Lantas pertemuan seperti ini apakah menjadi pertemuan yang salah dan
seharusnya dihindari?

Mungkin persoalannya bukan pada pilihan menghindarinya atau menerimanya, tapi ada pada kerelaanmu saat kau memutuskan
bersandar sejenak di pundaknya. Jangan kau bayangkan pertemuanmu dengan lelaki beristri,
membuatmu otomatis nyaman ketika bersandar padanya Kenyamanan itu tergantung dari
kerelaanmu padanya. Kerelaan untuk menyadari bahwa kapanpun dia bisa beranjak, mengambil pundaknya kembali ketika istri dan anak-anaknya menginginkannya. Kau tak bisa menuntut pundak itu hanya untukmu. Kau hanya meminjamnya sesekali dari istri dan anak-anaknya. Kau tak bisa menuntut hakmu atasnya, karena dia tak punya kewajiban apa-apa
atasmu, kecuali kerelaannya untuk memberikan cinta di ruang kosong hatinya itu untukmu.

Kerelaan yang menuntutmu memaknai cinta adalah memberi bukan meminta. Kau memberikan relamu padamu. Kau tidak memintanya, juga mungkin dia Kalian sama-sama memberi dan membuat kekosongan masing masing menjadi terisi. Meski sangatlah sulit mengukurnya, sejauh mana kekosongan masing-masing itu telah terisi. Pada prosesnya menjadi rela itu kadang terasa seperti kekosongan baru dalam dirimu. Kekosongan yang muncul dari kesadaran bahwa kau dikelilingi pagar yang jelas yang tidak bisa kau langgar. Kau terkurung dalam ruang
mencinta yang jelas teritorialnya tapi seringkali sulit bagimu untuk melihat batas wilayahnya karena hakmu atas rasa cintamu padanya,
bertubrukan dengan pergulatan rasionalitas hak dan bukan hak. Apakah mencintaimu menjadi
hak yang kau miliki? Juga mengalami cinta dengannya, apakah juga hak yang bisa kau alami? Itu persoalan pelik dan dilematis yang harus kau hadapi. Kerelaan akan menempatakan hakmu dalam tataran pikiran dan menjadikan cintamu itu sebagai sebuah platonisme dalam pergulatan pikiran dan rasa yang intens dan
lebih banyak kau pendam sendiri.
Saat kau lelah untuk memendam intensitas itu dan itu membuatmu kemudian nekat menabrak batas itu untuk mendapatkan keintiman fisikal
yang nyata dan ekspresif. Lalu kau terjebak pada tuntutan prioritas, waktu yang lebih banyak, kejelasan status, banyak hal yang akhirnya membuat perasaan cinta yang
memenuhi ruang kosong itu, habis terkuras, karena kau sibuk dengan masalah teknis, bukan persoalan substansi. Kau kan dihantui persaan
takut karena pada akhirnya kau menjadi pamrih dan menuntut. Kau merasa telah memberi lahir dan batin lalu kau berhak menuntut hal yang sama darinya. Padahal sejak awal kau tau, tuntutan itu sering kali sia-sia .

Bertahan pada substansi itu berarti kau rela, menjalani pergulatan pikiran dan rasa tanpa menuntut sensasi fisikal, saat kau sadar kau
tidak bisa menyentuhnya dan meraih waktunya kapanpun kau mau. Pada tingkat ini, kau sedang
dalam proses memperkaya batinmu.
Memperkaya kesadaranmu sebagai lajang atas sebuah hubungan dan memperluas batin dan hatimu atas arti sebuah kerelaan dan ketulusan.
Pada akhirnya, memilih membuka pintu hatimu bagi lelaki beristri, mesti siap dengan semua konsekuensinya. Semua kerumitan dari hubungan itu, akan menempamu untuk bisa berlapang hati dengan semua kerelaan dan
ketulusanmu itu. Kau akan menemukan makna mencintai, menemukan cara untuk menjadi fair
pada dirimu juga pada dirinya si suami orang.

Setiap kerumitan dan kompleksitasnya, akan membawamu pada kualitas diri yang baru. Tinggal kamu tentukan saja, sejauh mana kualitas itu ingin kamu bangun dari hubungan ini. Kamu yang memutuskan.

wienmungil.multiply.com/journal/item/216/Mencintai_Lelaki_Beristri
Published with Blogger-droid v1.7.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar